Merajut Hati Yang Patah – Part 1

Kita semua adalah pejuang kehidupan. Selayaknya pergerakan kurva elliot wave, ada saat dimana setiap manusia akan mengalami level resisten (bawah) dan support (atas). Tidak ada masa kejayaan yang datang terus menerus dan tidak ada pula masa kesedihan yang akan terjadi terus menerus. Perubahan itulah yang membuat kita menyebutnya sebagai lika-liku kehidupan (bukan “lurus”nya kehidupan).

Now, I’m in the resistent level of my life. For these past 2 years, gw megap-megap melakukan pertahanan hidup. Ibarat ikan koi di akuarium toples, ya tadi itu, gw dicomot keluar dari toples. Nyaris mati.

Gw patah sepatah-patahnya. Pacar gw nikahin temen gw diem-diem. Ibunya dia bohongin gw juga. Well, dikhianati dua orang yang saat itu gw sayang dan gw percaya.

Dan belom kelar paitnya, karena gw kerja satu bidang ama pacar gw itu, ya gw nggak hanya kehilangan keluarga dan cinta. Gw juga kehilangan lingkaran teman, kolega, kesempatan, jabatan, uang, kepercayaan sekaligus ‘waktu’ gw yang sangat limited.

Singkatnya 2/3 kehidupan gw terenggut seketika dan itu terjadi saat gw bener-bener lagi nggak siap. Pukulan telak. TKO. Skak Mat.

It’s been two profoundly shitty years for me. I’m breaking apart. Gw jatuh sejatuh-jatuhnya. Hancur sehancur-hancurnya.

Dulu, di bulan-bulan pertama menghadapi masalah ini, gw cuma bisa tidur di atas sajadah. Lebay? Nggak. Itu life support gw.


Untuk sembuh dari patah hati hebat, memang kita nggak bisa sendiri. Buat gw, perlu 4 hal penting ini:

  1. Pegangan/Iman
  2. Dukungan orang terdekat (versi gw: orang tua)
  3. Niat dari diri kita sendiri untuk sembuh
  4. Rancangan proses menjalani terapi kesembuhan yang tepat

Keilangan 1 dari 4 poin ini? ya siap-siap aja. Level 3 nya lo bisa stress, Level 2 nya lo bisa konslet/gila dan separah-parahnya level ultimate dari patah hati: ya mati. Kalo nggak mati bunuh diri, ya mati karena tekanan psychosomatic. Gw ngomong ini ada samplenya, banyak udah kok contoh casenya. Makanya, alhamdulillah gw masih bisa cerita lah disini about “How can you mend a broken heart (in a proper way)”.

Semua orang, apapun jenis patah hatinya, awalnya sama. Pasti selalu mikir the shortest way to end the pain. Segala tangisan yang sudah keluar atau bahkan yang nggak keluar, pasti bikin sesak di dada. Dan sesak ini yang nyakitin kita banget dan pengen cepet-cepet kita sudahi. Makanya, ibarat lagi megang bara api ditangan, kita mau cepet-cepet buang baranya karena panas dan perih, eh tapi baranya bara plastik, meleleh dan nempel cuy di tangan kita. Gimana dong?

Setiap orang punya level ketahanan yang berbeda soal perbaikan mental break down akibat broken heart ini. Gak bisa juga semua orang disamakan cara penyembuhannya. Ada yang mentalnya ditekan sedikit, tapi udah nggak kuat. Ada yang mentalnya ditekan sampe mau meledak, tapi dia tetap kuat. Itulah hebatnya manusia. Tetapi.. tetap semua healing itu sama standarnya. Secara garis besar ada hal-hal yang bisa kita jadikan pegangan.

Contoh, ada orang yang kaya Dr Ji (Drakor: The World of The Married) yang mengalami patah hati dengan level berat, perceraian dengan anak remaja yang mental si anak juga jadi beban dia, full domestic abuse, dikhianati pula sama satu kota, dan she’s still intact, masih bisa berfikir logis, dan level sabarnya gilak.

Tapi ada juga, iparnya sepupu gw, sebut saja namanya mbak Mawar. Doi punya pacar dari SMA, pacaran 3th, trus bapaknya mbak Mawar nggak setuju. Lantas mereka dipaksa putus dan pacarnya mbak Mawar diusir dari rumah. Kebetulan si bapak galak dan otoriter (maklum, orang militer) dan mbak Mawar bukan tipikal cewek yang mentalnya mental pendemo/protester kaya gw. Akhirnya cuma bisa diem dan nahan. Nah, karena cara nahannya salah, akhirnya konslet deh. Beneran gila cuy. Sampe harus dipasung. Gw inget, di bulan ke 3 gw patah hati, gw ketemu sama si Mbak Mawar ini di kampung bapak gw pas acara khaul keluarga. Dalam waktu beberapa tahun sakit mental, mukanya mbak Mawar bener-bener 100% berubah. Dari gadis jawa ayu, sekarang jadi beneran kaya orang gila full timer. Wajah kusam kuyu, bola mata yang bergerak-gerak cepat, wajah nggak terurus, rambut mekar, gigi berantakan karena harus konsumsi obat anti depressan. Waktu ketemu mbak mawar, gw nangis sejadi-jadinya. I feel awful, full of despair. Because, She could be me. I could be her.


Dalam proses menjalani kesembuhan gw yang belum 100% ini, gw banyak melakukan self evaluation. Mungkin karena gw insinyur yang kerjaannya selalu monitoring dan evaluating project, ya jadinya kebawa kali ya.

Ada 3 kesalahan utama yang merusak mental kita pasca broken heart:

  1. We always tend to blame ourself
  2. We always tend to make a short cut (Berfikir bunuh diri)
  3. We always tend to think that we loose everything

MY MISTAKE NO #1: ALWAYS BLAMING MYSELF

Awal gw patah hati, gw dapet omongan dari sekertarisnya ex gw: “Bapak seneng sama calonnya yang sekarang karena calonnya bapak itu montok dan putih. Kata bapak, calonnya ini juga nggak neko-neko orangnya dan menghargai bapak sebagai laki-laki”

I was shaking and in deep-shock, gw nggak berhenti menyalahkan diri gw sendiri, apa yang bikin dia akhirnya milih perempuan itu? apa kurangnya gw? apa gw kurang putih? Apa gw terlalu mendominasi? apa gw terlalu pintar? apa dia merasa ada kesenjangan sosial? apa gw selama ini nggak menghargai dia sebagai laki-laki? apa dia merasa insecure sebagai laki-laki?

I blamed myself with all those questions.

Tapi setelah gw ngobrol banyak sama emak bapak gw, trus gw ketemu juga sama temen-temen lama gw, ngopi bareng. Gw akhirnya tau value gw sebagai manusia. Gw sadar kok, kalo gw ini berharga, gw orang baik, gw masih dibutuhkan/dicari orang, gw masih disayangi banyak orang.

It was my mistake that I was blinded to put himself first other than me (nah, masih aja gw nyalahin diri gw sendiri kan? hahahahaha)

Lagian kalo dipikir-pikir, selama taunan, dia nyaman-nyaman aja buktinya hidup sama gw. Makanya, akhirnya ya gw mikir, “ah.. gw nggak sepenuhnya salah. Titik.”. Dan with his ex before me juga sama kok, dia bertahan cuma sampe 5 tahun. Repeating himself. Maybe, he always ngerasa bosen setiap 5 tahun. Udah kaya RAPBN aja tiap 5 tahun ganti.


ANOTHER MISTAKE NO #2: NEKAT MAU MATI

Iya, gw goblok banget emang. Cetek. Terserah deh, lo mau bilang gw apa. Hahahahaha.. tapi itu beneran terjadi sama gw. Waktu itu, gw bener-bener ngerasa bersalah banget sama orang tua gw. The pain was so horrible that the only thing you can think is to end things.

Walhasil, gw pernah niat buat nabrakin diri ke KRL, tapi pas keinginan gw untuk nabrakin diri ke KRL lagi on-fire, ndilalah kok gw selalu ketemu temen lama gw di Stasiun. Eh malah gw ditarik ke cafe lah, diajak ngobrol dengerin dia curhat lah, trus gw jadi lupa mau bunuh diri. And believe it or not, it always happenned like that. God really works in a misterious way.

Pernah juga gw nyoba minum Baygon, ternyata pas minum, gelasnya kegedean. Padahal niatnya mau langsung tenggak kaya minum miras trus kelar, mokat, koit. Tapi, karena gelasnya kegedean, pikiran gw malah kebawa kaya mau minum teh anget: gw sruput lah tu Baygon, HAHAHAHA ya karena disruput, rasanya sumpah: pait dan terbakar di lidah, gw langsung lari nyari keran sambil nangis-nangis. Ya nangis-nangis antara kesakitan sama nangis-nangis karena menyesal. Untung belum sampe ke tenggorokan. Batal deh akhirnya nenggak baygon. Well, ternyata bunuh diri itu nggak semudah yang kita pikirkan.

Hidup adalah kecemasan tanpa henti. Living a life itu seperti berjalan dipinggir jurang. Nah, kita kan paham kalo posisi ini bahaya. Pilihannya bisa kepleset dan mati masuk jurang, atau.. kita sebisanya mencoba bertahan untuk hidup walau berjalan disisi jurang. How? Bagaimana caranya menjalani hidup bahaya seperti itu dengan tenang?

The real source of fear is not knowing. When you begin to notice the damage that emotion can do, awareness will develop. When you have this awareness, you will understand the dangers before you. Now, you know the fear that haunts you, you understand them. And walking on a cliff (living a life) is not so frightening anymore. In fact, it is thrilling.


MY MISTAKE NO #3: MINDER KARENA MERASA LOST EVERYTHING

Gimana sih rasanya dikhianati sama orang yang paling kita percayai saat itu? yang kita udah invest disegala hal, baik materi ataupun perasaan? Yang kita sudah invest kasih sayang, kesetiaan, kepercayaan, semangat hidup, dan masa depan?

Gw udah all in banget lah saat itu. Gw udah nggak ada deh kepikiran berpisah atau hidup sama orang lain. Semua kesalahan dan kekurangan dia yang paling fatal sekalipun gw maklumi demi masa depan. Ya beginilah jadinya, jika kita bergantung sama manusia.

Ibarat pemilik perusahaan bangkrut, gw karam. Bankrupt is really complicated. Starting over is complicated. And I don’t do complicated. I never have.

Satu-satunya cara membuat gw ikhlas dan tabah tentang kehilangan ini adalah menerima sekaligus mengakui kalo gw kalah. Selayaknya orang kalah, ya gw memilih pergi dan menertawakan kebodohan gw sendiri (bahasa lainnya: konslet skala kecil).

Because once.. some old man said: recognizing the humor in our most bitter situation prevents suffering. We still experience some emotions, but they can no longer play tricks on us.Buat gw, kekalahan ini rasanya sangat manis hingga terasa pahit. Pahit yang melonggarkan pikiran dan melapangkan dada gw.

Every life is touched by God at least once. If someone or something nudged you back in the right direction just when you were drifting away from the world, that is the moment that God stays by your side. And God really be with me all the time. I feel blessed.


It’s been 20 months. I am getting better. Koreng di dada gw udah mulai sembuh. Makan dan tidur rasanya sudah enak. Almost normal. Udah breaking point lah kalo istilah anak-anak trading.

Namun, walau waktu sudah berlalu, rasa sakit tetaplah terasa sakit. Pikiran bawah sadar gw masih menyimpan rasa traumatik tersendiri. Ada kalanya, setiap tiga atau enam bulan sekali, didalam setengah tidur gw, tekanan dan rasa sakitnya datang lagi tanpa bisa dikendalikan. Sakit yang sama, tekanan yang sama. Persis kaya kita kram otot. Datangnya tiba-tiba. Beneran. Gw bisa lho, langsung kaya dikagetin, dan inget sama semua sakit dan tekanan yang gw udah lupakan itu dalam sekali jentik. Jedar! Duer Duer! datangnya menggebuk sekaligus tanpa ampun. Tapi ya untungnya, hilangnya pun lebih cepat. Ibarat immunity, now my body can handle it well.

Kalau lagi kumat begitu, biasanya, gw menekan dada gw, menahan nafas sebisanya dan nggak berenti berdoa supaya Gusti Allah segera menarik keluar rasa sakitnya. Pokoknya, I was holding my breath until that horrible feeling is gone. Tapi ya gitu, seperti layaknya kehadiran angin muson barat dan datangnya musim penghujan disetiap tahun, they will come again. Ya.. disabarin aja.

Kita tau, hidup ini berat. Tapi, semua keputusan akan kembali kepada diri kita. Keputusan itu bisa jadi menguatkan atau bahkan melemahkan kita. Anything happens for a reason, just don’t give up. Bersemangatlah. Chaiyo! Manse! Ganbatte!

Love causes cancer. Like everything else. But it’s still love. It has its moments. So, I think I’m gonna gather up the tattered remnants of my dignity and say goodbye.[]