Rebahan

Gw single dan sibuk bukan main. Mengurusi pekerjaan, piaraan, perkebunan dan segala tetek bengek perihal keduniawian. Rasanya 24 jam nggak akan pernah cukup. Kesibukan ini nggak hanya terjadi sekarang. Sejak gw masih sekolah dulu, hidup gw juga udah sibuk. Sibuk sekolah, sibuk les, sibuk sosialita. Kayaknya gara-gara kesibukan itu, otak gw jadi terlalu aktif. Tanpa sadar gw jadi pemikir, filsuf. Filsuf ecek-ecek, amatiran. Tapi believe me, kesibukan itu sangat menguras tenaga. Dan untuk kembali bertenaga, cara ngecas gw cuma satu: spent time untuk leyeh-leyeh, rebahan dan males-malesan. Gabut aja pokoknya.

Waktu jaman SD, gw sering tiba-tiba merasa lelah secara mental. Secara fisik gw nggak sakit. Tapi, I felt like so exhausted. Hang. Nggak bisa ngapa-ngapain. Makanya gw sering banget minta izin ke nyokap untuk bolos. Karena kalo pas kondisi kaya gini gw berangkat sekolah, gw malah nggak produktif. Gw pasti cuma skip class dan leyeh-leyeh di taman. Untungnya, nyokap gw orangnya selon banget, jadi kalo gw lagi kumat, pasti dikasih bolos, asal bolosnya di rumah aja.

Karena itulah gw menyadari pentingnya arti rebahan. Rebahan adalah salah satu kebutuhan pokok dalam hidup gw. Rebahan gw bukan tidur terus seharian ya, tapi lebih ke bangun siang, trus seharian glesotan di kasur nggak ngapa2in, sampe bosen, akhirnya main sama kucing, trus ujung-ujungnya bisa jadi malah baca buku berjilid-jilid, atau beberes rumah, atau masak, atau malah berkebun. Lalu anehnya, besoknya berakselerasi ke hal-hal yang lebih produktif lagi. Kalo pas jaman sekolah, nilai ulangan gw jadi bagus. Gw aktif dan kritis dalam setiap pelajaran di kelas. Kalo sekarang, pas kerja, ya nemu ide yang ujung-ujungnya dipuji sama atasan.

Rebahan is a luxury vacation for my brain. you guys should try too. This is something healthy and helps us feeling sober and alive. Setelah gw udah tua, gw baru sadar, kalo sesekali santai itu gak papa, sehat.

Namun, adakalanya sekarang gw sulit menemukan waktu untuk leyeh-leyeh. Otak gw nggak bisa berhenti mikir. I don’t know how to quit. Kelelahan mental yang keterusan ini akhirnya berujung ke stress, marah, gelisah dan ujung-ujungnya asam lambung. Waktu itu, di UGD gw berpikir keras, I need a way out. Gimana ini caranya rebahan tanpa rebahan? Gimana caranya bisa santay ditengah kesibukan kita tanpa harus bolos?

I nearly spend four frikkin’ months to finally find some way.

Dengan bersyukur, tersenyum kepada langit, bersikap sadar dan kagum terhadap keindahan disekitar kita, berbahagia atas segala hal yang telah kita peroleh dan kita jalani, mengamati orang asing di pinggir jalan dan berbahagia untuk mereka ternyata efeknya sama seperti rebahan.

I walk a lot, to everywhere. While doing it, I observe people and things. It makes me calm.

Saat berjalan, kadang, gw tanpa sengaja bertemu langit yang berwarna ungu. Warna yang sama yang kita temui di flight senja atau flight subuh hari, dimana semua orang terlelap dan hanya ada kita, rasa bahagia dan horizon berwarna jingga bercampur ungu dikalungi semburat biru.

Atau tak sengaja, di trotoar gersang bertumpuk debu, kita bertemu sebatang bunga kucai berwana pink yang serbuk sarinya berkilauan berwarna kuning seperti pisang. Hal yang sangat indah sampai kita berbahagia dan harus menitikkan air mata saat melihatnya.

Atau melihat pasar buah di malam hari, dari balik gerbong kereta yang membawa kita pulang. Lampu yang tergantung berkilauan bertemu dengan tumpukan kulit apel, pear dan alpukat yang mengkilat karena diusap minyak kelapa atau dilapisi lilin sebelum dijajakan. Berkombinasi warna, mendebarkan dada.

Perasaan ringan itu, membuat nadi berdetak lebih lambat. Membuat kita terjaga bahwa semesta selalu memberikan hiburan yang tidak pernah kita sangka. Seberat apapun hidup yang kita jalani selalu akan terasa indah jika kita mampu menemukan hadiah dan penghiburan Tuhan didalam setiap laju perjalanan kita. Yang kita butuhkan hanya kesadaran untuk “mampu menemukan” dan banyak bersyukur setelahnya.[]