Merajut Hati Yang Patah – Part 3

Ada sedikit tips dan saran dari gw untuk orang-orang yang lagi berusaha sembuh dari kedukaan/kehilangan. It worked for me. Healingnya super fast. Boleh dipraktekin sesuai kepercayaan masing-masing.

Step 1 – Never stop holding on to God

Gw nggak neko-neko kok. Ngadu dan nangis aja sepuas-puasnya sama yang pegang takdir dan rancangan hidup lo. Abis sholat, banyakin istigfar (supaya hati tenang), shalawat khitab yang banyak (supaya perasaan kita adem), ama baca Yasin 41x setelah sholat (sekali aja untuk meredakan panasnya amarah di dada). Say it out loud: Qobiltu!

Step 2 – Ganti Semua Bau-bauan dan Wangi-wangian

The smell of something can so immediately trigger a detailed memory or even intense emotion of the past. Luka menganga kalo mau sembuh ya rajin dibersihin, ganti perban dan dikasih sulfatilamid. Kalo lukanya malah dikopek-kopek, trus menyenyeh lagi, kapan mau kering? Wangi-wangian itu bukan hanya minyak wangi lho. Tapi semua. Iya, semua, kaya toner rambut, sampo, sabun, pewangi ruangan, wangi-wangian mobil, minyak aroma defuser, pewangi cucian, pengharum ruangan, deodoran, bedak tabur, wangi-wangian apapun yang bakal bikin kita flashback ke masa lalu.

Step 3 – No music. Apapun jenisnya.

Music also can be a fatal trigger for memories. Makanya kalo lagi nyetir sendiri, radio pasti gw matiin. Nah, sambil nyetir, gw ngumpulin dzikir sama sholawatan sebanyak-banyaknya. Kalo terkadang sampe nggak sengaja nangis-nangis lagi, ya nggak papa, itu proses. Kalau sudah terasa agak ringan gejala sesaknya. Boleh dengerin Classical Music yang sifatnya menenangkan, bikin happy dan riang. Contoh lagunya bisa di search ya: Je Te Veux – Satie

Step 4 – Cari Orang dengan Masalah Hidup yang Lebih Berat

Setelah mental break down gw sudah agak membaik, gw memutuskan untuk silaturahim ke handai taulan. Nggak tau yaa, dari dalam hati gw nyuruhnya begitu. Ya gw ikutin. Ternyata ada hikmahnya banget. Dan ini menjadi salah satu hal penting yang bikin mental gw cepet banget sembuh. Anyway, harus ditekankan ya: kita silaturahim itu bukan untuk menceritakan kepedihan hidup kita ke orang lain. Justru kita mau tau kabarnya semua orang itu gimana supaya kita lupa sama nasib naas kita sendiri. Di perjalanan silaturahim itu, gw menemukan kalo ternyata banyak orang lain yang masalah hidupnya jauh lebih berat dari gw. Namun gilanya, dengan kondisi hidup yang lebih berat tersebut, mereka masih bisa tetap tabah dan survive menjalani kehidupan mereka.

Case 1. Temen gw ini udah 3 kali jadi janda. Dan semua mantan suaminya dia: tukang pukul. Heavy physical abuse dan selalu pergi setelah ninggalin satu anak. Jadi anaknya dia ada tiga dan bapaknya beda-beda. Pekerjaan temen gw ini serabutan. Bukan pegawai negeri ataupun swasta. Kebayang kan? ada anak tiga, sekolah semua, tapi pendapatan hidup dia nggak tetap. But you know what? She looks fine and happy menjalani hidupnya yang sulit. Bahkan bantuan gw pun dia tolak secara halus.

Case 2. Sama, temen gw ini divorce juga karena masalah ekonomi. Anaknya dua. Belom selesai ngurusin acara divorcenya dia, eh bapak ibuknya yang umurnya udah 68 tahun, ikut bercerai juga. Gara-gara bapaknya ini main gila sama pembantu rumahnya. Nggak hanya itu, dia harus mengalami kisruh kekacauan rumah tangga orang tuanya yang ternyata full physical abuse. “Kebayang ngga lo, ngeliat aki-aki sama nini-nini lempar-lemparan belati di rumah? Belom lagi lo harus terpaksa kelempar gelas mug tepat di jidat, gara-gara mau misahin mereka berantem?” Katanya tertawa terbahak-bahak sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

Case 3. Temen lama. Menikah sudah 11 tahun. Belum dikaruniai anak. Setelah cek intensif, suaminya mengalami penyumbatan di saluran sperma dan harus dioperasi ringan. Operasinya betul-betul ringan lho ya, nggak sampai 4 jahitan. Simple kan? eh tapi, nanti dulu. Ternyata si suami temen gw ini menolak dioperasi. Ego dia sebagai laki-laki terluka. Surat vonis dan panggilan operasi dari dokter akhirnya disobek-sobek. Si suami ini, menolak punya anak. Temen gw cuma bisa menyeka matanya yang basah, sambil mendekatkan jari telunjuk dan jempolnya selebar 5 milimeter didepan muka gw: “Padahal tinggal segini lagi.. gw bisa jadi ibu.” Sedih ngga lo?

Case 4. Temen gw yang ini juga belum punya anak. Usia pernikahannya sekitar 8 tahunan. Dia settle kalo urusan ekonomi. Pekerjaan dan pendapatannya stabil. Bisnisnya dimana-mana. Wanita sukses lah. Tapi.. si suami kerjanya serabutan. Dan gilanya, si suaminya ini selingkuh 4 kali dan 2 diantara selingkuhannya itu.. hamil. And she plans to adopt the kids.

Nah! Masalah idup gw cuma: pacar gw dan keluarga besarnya ngebohongin gw and doi nikah ama temen gw sendiri.

See? Sependek itu masalah idup gw. Dan gw masih mau nabrakin diri ke KRL? mau nenggak baygon? mecahin pala ketembok? Malu gw. Aselik. Malu woy. Disitulah, gw merasa Gusti Allah lagi mengelus kepala gw sambil tersenyum manis: “I gave you nothing to worry.. just a little bitterness to make you grow.”

Makanya, daripada mikirin paitnya hidup, lebih baik kita cari remahan kebahagiaan di hal-hal yang membuat kita lebih mensyukuri hidup. Mencoba silaturahim, ketemu orang-orang, tanya kabar mereka, sambil sesekali bersedekah dan jangan lupa untuk selalu berbuat baik sama orang.

Step 5 – Find a new hobby

Hobby buat gw banyak sih definisinya. Bisa being workaholic, do jogging, walking, writing, shopping, inspiring people, berkebun, masak, baking, miara kucing, menekuni drama korea, jadi fangirls, jadi kpopers, belajar trading, ikut kursus online, ikut les jahit, dll.
Kata orang, Time will heal – ‘waktu’ itu menyembuhkan. Ada benernya sih, tapi nggak 100% bener. Kalau proses healing kita cuma mengandalkan waktu dan mostly do nothing, ya ngga sembuh-sembuh. Kita betul-betul butuh positive distractions untuk membangkitkan kembali fungsi diri kita sebagai manusia. Jadi, jangan pernah takut untuk mencoba ‘bergerak’. Inget ya, bergerak lambat, mati muda. Makanya seperti kata pak Gerry di film World War Z: “Key for survival is to keep on moving“.[]

Merajut Hati Yang Patah – Part 2

At some point in everyone’s life, pasti kita akan mengalami kedukaan/kehilangan. Bisa karena kematian, kehilangan pekerjaan, kehilangan kekasih, kehilangan hewan peliharaan, ataupun ketipu bisnis habis-habisan.

Setiap orang bergelut dengan kedukaan/kehilangan dengan cara beragam. Tapi, biasanya polanya sama. Seperti yang digambarkan Elizabeth Kübler-Ross dalam bukunya “On Death and Dying”, kedukaan/kehilangan terbagi dalam 5 tahap:

Tahap menolak fakta yang terjadi (denial)
Tahap terjadinya kemarahan terhadap fakta yang ada (anger)
Tahap tawar menawar untuk menolak fakta yang ada (bargaining)
Tahap merasa bersedih atas fakta yang terjadi (depression)
Tahap pasrah menerima fakta yang ada (acceptance)

Dalam proses melalui kedukaan/kehilangan dalam diri gw. Nggak semua 5 hal diatas gw alami. Dan urutannya pun, nggak sesuai seperti itu. Tapi itu nggak papa, setiap orang memaknai kedukaan/kehilangan dengan cara yang berbeda-beda kan? Kalo di gw urutannya lebih ke:

Anger, Acceptance, lalu Deppression.

ANGER

He’s cheated on me. Just thinking about it again will bring back all my anger. I know, it’s only the past. But whenever I think back on that moment, I feel so bad to my old self.

Kalo kata Rachel, temen gw, yang baru divorce: “Demented bastard are everywhere, and they always using a broken marriage as an excuses for cheating.”

Dan gobloknya, cowok-cowok ini kalo sudah ketangkep basah, kita sebagai perempuan selalu kembali memaafkan sambil berpikir “It’s okay, men are inherit to be a cheater once a while. It’s a women’s job to forgive and fix them.”

Ya.. tapi dengan begitu, kita salah. Membenarkan sesuatu yg sudah jelas salah seperti mengalikan apapun dengan nol. Makanya gw ngga merasa ada hal lain yang bisa dinegosiasikan lagi kalau sudah menyangkut kata “selingkuh“. I rather choose to leave.

Kemarahan dapat membuat fakta (atau kebenaran) yang ada terasa berat. Terus berbuat baik adalah hal tepat yang bisa kita lakukan. Memang pada saat kita dikuasai amarah, kita bisa menjadi hysterical dan brutal. Kita menjadi tak bisa menahan. Tapi, jika tidak ditahan, kita akan hidup penuh dengan penyesalan.

ACCEPTANCE

Pak Mardigu Wowiek pernah bilang, “People don’t change, even once dia dapet wisdom, pandangan dia hanya melebar saja. But surely, they will remain the same“. So, nggak salah dong kalo ada nasehat: a cheater, will always be a cheater. Well anyway, if a man cannot keep a promise with a woman, what else can he keep?

There is a latin epigram: if it’s false in one thing, then it’s false in everything. Dia tak akan kembali walau kita menangis. Sekarang kita sendiri. Sebisa mungkin kita harus tabah menerima semua keadaan ini. Walaupun getir dan pahit di hati.

Hal ini yang mendasari gw akhirnya menerima semua kepahitan gw dengan penuh rasa syukur. Nyatanya, melalui kehilangan atau tidak, hidup ini tetaplah hangat (sekaligus menyedihkan). Humans are build to endure all great sorrow in this world, so let’s start using our humanoid feature right now. We can do it!

DEPRESSION

To be in touch with a profound sorrow is never been easy. Gw hilang arah dan terus merasa kurang dan salah. Gw pasrah, cenderung menyerah. For months, I cannot sleep and eat well, cannot breath freely and I keep crying everywhere for no specific reason. It just felt hurt and pressing this chest deeper.

The pain feels so horrible.

Sulit sekali rasanya berusaha menggapai-gapai nafas. Terasa tenggelam namun berada diatas permukaan. Seisi dunia berputar, seperti komidi putar yang putarannya semakin cepat dan membahayakan.

So? Menangislah sepuasnya. Gak papa. It’s okay. Gwenchana. All is well. Everything will be allright.

Pada saat di puncak frustasinya, Dr. Ji (Drakor: The World of The Married) menangis di pinggir pantai sambil berencana bunuh diri. Kalo gw, waktu itu, malah nangis sejadi-jadinya di cafe, didepan temen gw yang bingung gw kenapa (karena gw udah nangis duluan sebelum bisa cerita panjang lebar). Hahahahah.. Sampe diliatin orang-orang. Well, I don’t really care. I need to get it out.

Sakit yang tertahan di dada bisa bikin konslet. Harus kita keluarkan. Tekanan itu harus dikeluarkan supaya nggak jadi stress. Remember, a continous stress can kill you.

Akhir kata, kita sebagai orang yang ditinggalkan harus hidup sebahagia mungkin. Kita terkadang akan menangis, tapi juga akan sering tertawa dan terus hidup dengan tegar. Itulah balasan yang tepat, atas semua nikmat hidup yang telah kita terima.[]